Sabtu, 22 Oktober 2011

Sajak Seorang Pemuda, 1950

Sajak Seorang Pemuda, 1950

Engkau menangis dikala senja merah, wanitaku

bau wangi-wangian melilitmu, menemanimu

membawakan lagu-lagu,

Pengantar tidur untukku.

Wanitaku, kau tetap wanitaku !


Desahan-desahan dibawah tubuh bumi.

Pekikan senapan, dan bau tanah basah,

mereka memanggilku !

bagai anak gadis kecil

penuh riang gembira

berlari-larian di belakang rumah.


Selongsong peluru mengorek habis isi kepalaku,

melumuri darah di setiap tubuh.

Tanah mendesah, dan terus mendesah

menopang tubuhku,

menghisap sari-sari jiwaku

di bawah pohon kenari,

aku melihatmu

mengibas-ibaskan rambutmu,

bagai dua kucing mengeong bercintaan.


Wanitaku, kau tetap wanitaku.

Disaat anak-anak kita bertanya,

katakanlah pada mereka

aku pergi saat senja merah,

ke sebuah tetirah.

Mengikuti panggilan jiwa,

dan para leluhurnya.



Yogyakarta, 2011

mungkin, berpikir, keadaan

mungkin, berpikir, keadaan


/1/

dalam serak-serak nafas, sebuah kata keluar

menunjuk ke arah jam walker yang menjerit

jendela pagi yang senyap, perlahan tertawa

riangnya hingga mataharipun ikut tertawa

dan mulai berpikir

tetap saja terasa berat, mungkin asnya kurang

oli, hanya untuk melumasi, atau memang

tak pernah berjalan, berputar, hingga sebentar saja

susah untuk mulai, engkau, aku, bahkan dia ?

siapa ?

mungkin ... ?

tentu saja, bukan !

/2/

pagi yang dingin, aku seret sepotong roti

serta air putih tuk temani berita, suasana dan keadaan yang ingin

aku kunyah, agar tak sepi mereka dalam pikirku

aku menunggu

duduk, perlahan

mulai aku berpikir, setiap hari

sepanjang hari

mungkin ?

/3/

nol, angka sebelum satu

atau mungkin sesudah sembilan ?

nol, yang sekarang ada di pikiranku

mungkin, aku lelah berpikir

hingga nol, yang terhitung

ibu guru bilang, nol tambah nol sama dengan nol, dan

mungkin dulu aku belum tau jika nol tambah nol sama dengan nol itu

sama dengan tiga tambah tiga setelah bilangan itu di kali nol sama dengan nol

dan sekarang nol, selalu ada di pikiranku

aku berpikir, selalu nol

adakah aku ?

kenapa ?

aku lelah, susah ....

/4/

berpikir, hampir setiap hari, selalu, sering ?

aku berpikir, hingga samar-samar dalam dinding otakku

pintu kembali berdecit, seperti otakku yang tercepit

semakin lama aku lelah

daun yang jatuh, gugur sebagai pahlawan di ujung usianya

memandang hujan yang meniadakannya

menggapai tangan dingin tanah yang menerimanya

namun, berpikir

tak ada yang bisa menidurkannya

aku tak ingin berpikir, sejenak

detik, aku mohon

suara pintu berdecit, menyeret pikirku kembali

membuat rongga semakin serak

hidup, suasana, mudah

ah banyak asumsi

basi !

/5/

mungkin, hanya mungkin

"berpikir itu apa ?"

tanya anak kepada ibunya

lama belum menjawab, anak itupun kembali bertanya

"begitukah ibu, ibu sedang berpikir ?"

semakin berat

mungkin ibu, belum terbiasa

mungkin juga aku terlalu banyak bertanya

atau terlalu banyak berpikir ?

mungkin

/6/

keadaan berubah, suara bising menjadi seorang teman

asap yang melonjak, di antra sela-sela daun ban mobil baru, yang menikmati

alunan lagu aspal yang mulus, merdu, rapi dan rumit

keadaan itu, jadi sebuah santapan

mungkin aku tersesat dalam pikiranku, tentang dirimu, diriku, dirinya dan keadaan

ini yang membuatku bertanya, aku berpikir ?, mungkin

aku terlalu lama, mungkin aku lelah

apakah aku tak suka berpikir ?

mungkin

anak SMP, SMA bahkan MAHASISWA benarkah sebagian besar berpikir ?

mungkin, apakah berpikir sebuah budaya ?

mungkin, apakah dia berpikir tentang keadaan, lingkungan ?, keadaan sekitar ?

mugkin, serba mungkin

itu asumsi

terlalu takutkah kita untuk berpikir ?, atau bukan budaya kita ?, atau karena ..

imperialisasi, moderenisasi, liberalisasi yang membuat individualisasi ?

ah, apa itu ?

aku tak sanggup berpikir

lagi

/7/

kedok pertama adalah, jubah hitam

kemalasan ?,ketidak pedulian ?, atau bahkan praktis ..

ah apa itu semua

aku tak tahu

aku banyak urusan !!

(itu sudah biasa, kata temanku)

/8/

semua mungkin, hanya mungkin, karena berpikir

melihat keadaan, aku hanya bermain kata

karena mungkin

aku merasa, tentang keadaan

memprihatinkan

kebanyakan

/E.I/

yogya 12.f.11

Selasa, 30 Maret 2010

Makna yang ingin aku ungkapkan

Dalam harapKu

Sinar mentari telah berjalan menyelesaikan setengah tugasnya memberi sebuah penghidupan untuk semua yang ada dan aku masih mencoba menyelesaikan urusanku dengan kebutuhanku sebagai seorang yang ingin mendapatkan sebuah pengetahuan dengan beberapa tenaga yang didukung dengan beberapa titik semangat yang harapkan sebuahb asa yang lebih baik dari hari ini atau dulu, aku mulai masuki ruangan yang akan digunakan sebagai sarana untuk dapatkan informasi yang baru.

Aku duduk di sudut belakang di dalam ruangan dan telah terbiasa ruangan ini di gunakan cukup mudahlah aku gambarkan itu. Dalam ruangan yang cukup bisa memberikan sebuah keteduhan untuk sebuah hari yang merah, dimana di dalamnya terdapat teman-teman yang sama-sama inginkan sebuah pengetahuan baru (mungkin) yang di dalam ruangan itu di temani dengan sebuah kipas kecil yang menempel di langit-langit ruangan itu yang bisa membuat ruangan tak semerah yang ada di luar.

Dan aku duduk di ujung belakang menunggu pak.guru(DOS) yang akan mengajar yang mungkin aku tak hafal siapa namanya. Sambil bergurai dan semuanya begitu sehingga tercipta sebuah swasana yang sangat hebat seperti pertandingan sepak bola di Stadion Gelora Bung Karno (Senayan, Jakarta). Dan aku hanya ikut tertawa menambah ramai swasana di siang itu.

Tak berapa lama pak.guru(DOS) yang di tunggu pun tiba dan sekejap swasana berubah menjadi seperti di pemakaman, hanya terdengar bisik-bisik beberapa teman di samping. Entah kenapa seperti ini selalu aku rasakan bukan hanya sekarang tapi telah bertahun-tahun lalu semenjak SMP selalu saja dapat teman dan kelas yang ramai-ramai tapi itulah yang selalu bikin semua yang aku jalani selalu ramai dan tak membosankan dikelilingi teman-teman, tapi tidak dalam semua hal bisa aku terima.

Setelah duduk dan siap untuk berikan sedikit pengalaman dan pengetahuan dan juga tugas berikutnya yang akan di berikan pada akhir pertemuan hari ini akhirnya keluar beberapa kata-kata pembuka dari pak.guru(DOS) yang mewarnai materi hari ini, dan aku terima dengan beberapa sisa konsentrasiku. Semua tau apa yang diharap dan ditunggu dengan barbagai macam harapan untuk sebuah usaha berfikir (kalu benar sih) dan berharap sebuah hasil sepadan yang diperoleh, dan semua itu ada di tangan seorang pak.guru(DOS) yang sudah mempunyai umur dan yang selalu berjalan gontai dengan berjubel pengetahuan yang dibawanya kesana-kemari yang ada di depan forum kelas ini.

Setelah pembukaan pasti ada sebuah inti dan inti yang diharapkan itu adalah pembagian hasil berfikir. Langsung mulai satu persatu nama di panggil untuk menerimanya, dan pertama seorang teman maju terdengar suara dari beberapa teman yang masih ada di tempat duduk menyahutnya dengan sebuah gurauan dan aku hanay tertawa di tempatku bersandar begitulah seterusnya, aku tak tau apa maksudnya semua itu dan apa tujuan semua itu, “adakah sebuah pemikiran yang jauh tentang apa yang dirasakan..??” sebuah pertanyaan yang muncul dariku.

Sampailah pada giliranku, aku sudah tau apa yang akan aku dengar. Dengan santai aku berjalan dan apa yang aku pikirkan semua itu terjadi, terdengar sahutan yang tak ingin aku dengar, aku tau dari suaranya dan itu jelas sekali tapi seberapapun kata yang tak enak itu akan aku tahan dengan diam karna kau tak inginkan sebuah keributan walaupun terlalu banyak yang dia lontarkan.

Kembali dalam sandarku aku bertanya dalam pikiranku, “kenapa selalu itu...?” pernah dan sudah berulangkali aku mohon untuk tak sampaikan itu tapi kenapa selalu itu, “kau bergurau atau ingin membuatku.....?”. “Selalu saja seperti itu apa yang (kau atau kalian) inginkan..?, pernahkah merasakan apa yang tak ingin dirasakan, yang tak ingin dibayangkan, tak ingin di dengarkan, dan semuanya yang aku tak biasa katakan..?”. jika memang tak ada suka pangil saja sesuka hatimu tapi aku mohon janganlah ada ingin tuk menggoreskan apa yang sudah aku hapus.

Teman aku ingin katakan, “wajah waktu yang berjalan selalu berbeda walaupun hanya sedetik saja dan jika kau tengok ke belakang wajah yang dulu tak akan sama dengan wajah yang akan datang, biarlah waktu berlalu dan semua berlalu dimakan detik yang berjalan.”, untuk yang selalu memberikan sebuah kata yang sangat baik dan bersorga, betapa sangat aku hargai itu, dan semua yang memberikan gambaran masalalunya yang sama baiknya dan bersorga betapa berharganya sangat yang kau tegasakan, tapi “Dalam lembar putih jiwa : yang terhapus tak akan kembali tergores karena semua telah tertutup dengan goresan yang lebih indah dan yang terhapus tak akan sama jika digoreskan kembali dan mungkin akan membuat semuanya menjadi gambar yang rancu dan tak dingin”.

Semua orang mempunya sebuah harapan dan perkataan mempunyai sisi yang tajam, pikirkan sebuah rasa yang tak orang inginkan dan lihatlah semua dalam sudut kecil ruang jiwamu.

Dan sore itu begitu terasa nyata sangat, nyata dalam dunia ini yang sangat dirasa begitu keras untuk dirasakan dengan sebuah rasa dingin hati. Mencoba hanyutkan semua dengan memandang kata-kata pak.guru(DOS) yang berbicara di depan forum kelas yang menurutku sangatlah bermakna dan mempunyai tujuan yang jelas.

Setelah waktu mencoba mengambil alih semua yang ada dalam hari itu, semuanya kembali dengan waktu masing-masing, begitu juga dengan aku dan semuanya tak terkcuali. Sangatlah jika tak hargai yang tak terlihat.

Dan berjalan bergurau kembali dengan teman-teman sampai jalan memisahkan cerita hari itu yang sangatlah berwarna dan nyata yang terasa.

NB : sebelum atau sesudah tulisan ini dibuat jika ada sebuah atau beberapa kata yang tak membuat nyaman hati saya minta maaf sebelumnya.

Yogyakarta, 29 Maret 2010